Selasa, 11 Juni 2013

Selalu taruh di Bintang, 'Trush me, Iam an Interior Designer'

Well, akhirnya keturutan juga pengen punya blog.
Postingan pertama pengennya curhat. Trush Me, Iam an Interior Designer. Ya. Saya seorang desainer interior. Masih mahasiswa sebenernya, tapi percaya deh, suatu hari karya" saya pasti beredar di Indonesia bahkan di Internasional plus label nama 'Bagaskara Pangetu ID' (Red: Bagaskara Pangestu Interior Designer).
Ada yang pernah bilang impian" saya dari dulu selalu lebay. Terlalu percaya diri. Ada kalanya memang saya terlalu melambungkan mimpi sampai batas yang rasanya tidak mungkin saya gapai. Saya sengaja, dengan tujuan toh saya tetap harus menggapainya. Kalau tidak bisa meraih yang diatas sana, paling nggak saya bisa dapat 1 step dibawahnya... Seperti kata Ibuk..."selalu taruh mimpimu dibintang. Dan berusalah tanganmu untuk menggapai. Kalau memang tidak sampai, toh kamu bisa dapatkan bulan." (asumsi: bintang lebih jauh dari bulan). Kalimat itu yang selalu saya dengar sejak kecil... dan selalu saya terapkan, pada apapun juga.. yaa.. termasuk menaruh harapan pada Tom Cruise,,, kalo nggak kesampaian paling nggak bisa dapet Jang geun suk... -_- please!
Jujur, menjadi seorang desainer interior bukan cita-cita saya. Desainer Interior itu 'bulan' saya, 'bintang' saya adalah menjadi seorang dokter jiwa. Waktu kecil saya berasal dari 2 keluarga yang memiliki latar belakang yang berbeda. Ibu berasal dari keluarga terpandang di kampung halamannya magelang, jatuh cinta dengan Bapak yang berasal dari keluarga yang cenderung minus secara ekonomi jauh di pedalaman sukoharjo. Saya dibesarkan dengan cinta kasih mereka berdua, dengan kegigihan luar biasa dari Bapak untuk menghidupi kami bertiga waktu itu, dengan kenekatan luar biasa dari Bapak untuk bisa memberikan fasilitas yang layak untuk saya dan Ibu. Tujuan besar Bapak adalah menjadikan saya, putri pertamanya menjadi orang yang jauh lebih sukses dari beliau. Sementara itu cerminan Ibu 'sukses' berarti memiliki pekerjaan yang bagus yang kemudian diasumsikan dengan 'dokter'. Jadilah saya dididik dari kecil untuk bercita-cita menjadi seorang dokter. Nah, mengapa dokter jiwa? Karena dari kecil pula bakat saya dari kecil selalu mengarah ke seni. Dan entah bagaimana dulunya cara berfikir otak saya, yang jelas saya menganggap dokter yang 'nyeni' itu adalah dokter jiwa. Well, dokter jiwa selalu menjadi impian saya sejak itu.
Usut punya usut, Ibu terlahir dengan kepintaran diatas rata-rata teman-temannya, dan Bapak adalah orang yang luarbiasa nekat dan pekerja keras bahkan semenjak kecil. Tapi, ternyata kepintaran Ibu tidak sepenuhnya menurun ke otak saya, hanya kenekatan bapak yang mendarah daging di hidup saya.
Dengan kecerdasan sangat standar ini saya benar-benar menjadi orang yang nekat untuk tetap berusaha menjadi dokter. Saat SD saya mati-matian masuk SMP favorit di kampung saya. Saat SMP saya kembali berjuang lebih mati-matian untuk masuk SMA favorit. Saat SMA saya berjuang gila-gilaan sampai benar-benar hampir gila untuk bisa masuk jurusan IPA. Semua itu berhasil saya lakukan bukan tanpa halangan. Kapasitas otak saya yang tidak terlalu pintar, cemoohan teman-teman, tetangga bahkan kadang anggapan remeh keluarga besar saya benar-benar membuat semua perjuangan saya terasa full action. Tapi saya selalu mendapatkan 'bintang' saya sejauh itu. Sederhana mungkin bagi teman2 yang punya otak pintar, tapi suatu kebanggaan luarbiasa buat saya yang seperti ini.
Dari seluruh perjuangan saya dari SD, SMP sampai SMA, perjuangan meraih bintang utama sebagai 'dokter' yang paling cetar membahana badai adalah SMA kelas 3. Benar-benar peperangan yang menguras jiwa raga pikiran dan semuanya yang tersisa dari hidup saya. Setiap hari saya bangun pukul 3 pagi, bermunajat kepada Allah SWT, dilanjutkan belajar sampai pagi, lalu ke sekolah, pulang sekolah saya langsung berkendara menempuh 45 menit perjalanan ke kota untuk les di bimbingan belajar sampai malam jam 9. Selalu seperti itu setiap harinya... Koleksi soal SNMPTN, koleksi buku soal tebal berpuluh-puluh, PDKT sama temen2 yang pinter buat nanya soal ini itu, mengabaikan kehujanan tiap pulang les jam 9 malam. Saya lakukan dengan penuh semangat. Full action. demi 'bintang' saya menjadi seorang dokter.
Saya mendaftar 7 universitas dengan 13 program studi. 13 itu 9 kedokteran umum, 1 perawat internasional, 2 arsitektur, 1 desainer interior. Test berkali-kali, pusing berkali-kali, melihat hal-hal gila berkali-kali yang dilakukan teman2 (joki ujian, sistem percontekan luarbiasa, sistem sogok sana sogok sini), sampai akhirnya test terakhir kebetulan adalah test di ISI, desain interior. Dan itu adalah test paling menyenangkan didunia, saya merasa lenyap dari peredaran dan masuk ke dunia lain yang sangat nyaman. Saya dengan basic suka sekali menggambar dan suka sekali semua yg berbau seni, benar2 merasa berada ditempat yang seharusnya. Bagaikan puzzle yang menemukan pasangan.
Keluar dari ruang test saya benar2 senang. Sambil menunggu hasil dari semua test2 yang pernah saya jalani, saya sempat berdoa dengan sungguh2 supaya saya diterima di kedokteran di UNS bukan yang lain, tujuannya biar bisa 'ndobel' kuliah di ISI Solo.
Ternyata doa saya meleset. Saya tidak diterima di kedokteran umum manapun. Saya diterima di arsitek dan perawat internasional. Dengan rasa kecewa luar biasa saya down di titik itu. Rasanya semua berhenti berputar. Seminggu penuh saya memusuhi waktu. Sampai pada akhirnya saat saya mau mengambil jurusan perawat internasional disebuah perguruan tinggi swasta paling bergengsi se indonesia, saya mendapat kabar diterima di desain interior ISI. Dan entah bagaimana cara kerjanya, tiba-tiba saja kabar itu menjadi semacam stimulan anti depresi bagi tubuh saya. Well, banyak hal gila diluar nalar yang terjadi saat itu.
Rasa yakin itu tumbuh dan menjalar dengan pesat ke semua sistem syaraf di otak dan tubuh saya. Akan tetapi ternyata Orang tua saya tidak seyakin apa yang saya rasakan (bahkan sampai waktu ini). Mereka mengijinkan saya mengambil desain interior dengan catatan taun depan harus mencoba kedokteran lagi. Saya hanya tersenyum, setidaknya saya diperbolehkan.
Dari sanalah saya mulai lagi membuat 'bintang' baru yang kali ini bukan hanya diperuntukkan bagi saya tapi juga bagi kedua orangtua saya. Saya kali ini benar2 harus berjuang untuk mendapat restu dan membuktikan bahwa inilah jalan saya. Ini hidup saya. Saya membuktikanya dengan prestasi-prestasi saya yang harus selalu saya tunjukkan kepada mereka, orangtua tercinta saya bahkan semua orang yang semula menganggap jalan saya ini jalan yang salah. Saya hanya harus selalu membuktikan kepada mereka, bahwa saya bisa disini, ini dunia saya, ini 'bintang' saya. Mereka harus percaya, mereka harus bangga. Trush me, Iam an Interior Designer!

#ada yang pernah bilang ke saya. 'hidupmu tuh terlalu mengarah ke desainer interior'. Well, semoga postingan ini bisa menjawab pernyataanya, bahwa saya memang seorang desainer interior. Trush me, Iam an Interior Designer!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar